Sedikit Cerita di Kawah Ijen - Banyuwangi
- Sabtu, Agustus 29, 2015
- by
- Riz Altaf
Apa yang sebenarnya
mereka pikirkan? Apa tujuan mereka? Mendaki dan terus mendaki tanpa mengenal
lelah. Mereka harus rela menahan haus demi mecapai puncak. Walaupun terik
matahari begitu menyengat di atas kepala. Masih muda? Tidak juga. Tidak jarang
aku temui orang yang sudah tua, atau sudah bisa dipanggil kakek-kakek namun
masih kuat dan semangat untuk mendaki sampai puncak. Bukan hanya sekedar hoby,
tapi inilah yang disebut passion.
****
Ponselku berdering,
Ada pesan BBM dari temanku. Dan setelah aku baca, ada satu kata yang membuatku
tersenyum, “Ijen”. Satu-satunya tempat favorit aku yang berada di tanah
kelahiranku, Banyuwangi. Jam menunjukkan angka 2, hari sabtu, tanggal 15
Agustus 2015. Saat itu aku berada di Denpasar. Jauh-jauh hari sebelumnya
mempunyai beberapa plan yang memungkinkan
aku untuk pulang ke Banyuwangi, tapi
terpaksa aku Cancel karena suatu hal.
Namun tidak untuk kali ini, dengan kata lain dadakan, aku pastikan setelah pulang kerja aku langsung berangkat ke
Banyuwangi.
Mengingat ini adalah
perjalanan pertamaku di malam hari sendirian menggunakan motor, Safety First tentunya. Aku pastikan
kondisiku tubuh dan motor dalam keadaan stabil. Perjalanan Denpasar-Banyuwangi
malam hari menggunakan motor bisa dibilang butuh konsentrasi ekstra untuk orang
sepertiku. Aku punya sedikit masalah dengan penglihatan saat malam hari, dan
saat seperti ini aku merasa ini adalah sebuah tantangan yang cukup berat
untukku. Apalagi disaat lampu kendaraan dari arah berlawanan menyorot langsung
ke arahku, di jalan yang gelap tanpa lampu penerangan ini aku cukup kehilangan
kendali. Penglihatanku kabur, namun terus berusaha mengikuti garis putih di
batas jalan. Dan apa yang terjadi saat punya masalah dengan mata? Otakpun ikut
terlibat. Kepala terasa berat, badan mulai terasa dingin. Jaket tebalkupun
terasa tidak mampu menahannya. What
happened to me? Berhati-hati dan terus berdoa adalah dua hal yang penting
saat berada di perjalanan. Dan itulah yang terus aku terapkan di kondisiku saat
ini.
Tanpa memberitahu
orang tuaku sebelumnya, alhasil sampai di rumah banyuwangi kedua orangtuaku
terkejut dengan kedatanganku. Setelah ditanya apa alasan pulang ke rumah?
Dengan simple aku menjawab, “Ijen”.
Mereka hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala J. Mungkin mereka sudah
tidak heran dengan sifat anak mereka yang satu ini..
****
Minggu, pagi hari.
Udara di Banyuwangi begitu dingin. Mandipun terasa seperti berada di kutub
utara (padahal belum pernah ke kutub utara). Rencana berangkat pagi hari, tapi
ternyata temanku ada masalah sehingga kita tunda menjadi siang hari. No Problem, setidaknya itu memberikan
aku waktu berkumpul dengan keluarga walaupun sebentar. Setelah temanku selesai
menyelesaikan masalahnya, akhirnya kita berangkat bertiga menuju Kawah Ijen. Di
dalam perjalanan, di setiap tikungan aku merasakan ada sebuah flashback. Sebuah kenangan saat pertama kali kesini
bersama teman-teman SMPku. dahulu sekitar tahun 2005. Tapi sekarang jalannya
terasa lebih mulus dari sebelumnya. Sudah lebih baik J
****
Matahari cukup
menyengat di siang hari. Setelah membayar Tiket
Masuk Kawah Ijen Rp.7000 dan Parkir
Motor Rp.5000. Sesuai informasi, jaraknya tidak begitu jauh yaitu 3km.
Lumayan lah untuk latihan orang yang sudah lama tidak mendaki sepertiku. Aku
berhenti mendaki sejak masuk di SMK. Tidak begitu banyak waktu untuk mengikuti
kegiatan di luar sekolah sepertihalnya saat SMP. Apalagi disaat sudah bekerja,
yang ada deadline setiap hari. Selain
itu, cukup susah mencari teman untuk mendaki karena mereka juga memiliki masalah
yang sama sepertiku. Di lain sisi, temanku paling banyak lebih menyukai ke
Pantai daripada Gunung. “Untuk apa sih ke gunung? Bikin capek dan gak bisa buat
mandi seperti di pantai”, begitu mereka menjawabnya. So? Untuk apa sih kalian
ke gunung sob? J
Karcis Masuk Kawah Ijen |
Ada sedikit masalah
lagi, ternyata pacar temanku tidak begitu suka gunung sehingga setelah sampai di
Palutuding dia tidak mau ke puncak. Aku cukup kecewa karena dia tidak
memberitahu sebelumnya, tapi aku bisa memahami alasannya. Setelah kita diskusi
sebentar, akhirnya mereka memilih untuk istirahat saja di sana dan mengijinkan
aku untuk ke puncak sendirian. Aku sempat bingung, aku memang begitu ingin ke
puncak kawah ijen ini cukup lama dan sekarang kawah tersebut sudah ada di
dekatku. Tinggal 3km lagi sampai puncak. Tapi aku juga tidak enak meninggalkan
teman-temanku. But, disinilah aku
mendapatkan cerita lain. Temanku bilang, “kalau kamu bisa memahami alasan kita
tidak naik ke puncak, lalu bagaimana dengan kita yang begitu jahat karena tidak
bisa menemanimu untuk sampai ke puncak?”
Akhirnya aku
memberanikan diri untuk mendaki sendirian ke puncak kawah ijen. Saat itu tidak
begitu ramai pendaki, karena kebanyakan mereka memilih untuk Camp dulu disana dan ke puncaknya
esoknya di pagi hari saat tanggal 17 Agustus. Jalannya kering dan berdebu
sehingga cukup susah digunakan untuk mendaki. Dalam perjalanan seringkali ada
yang terpeleset. Untungnya di tengah perjalanan aku menemukan kayu yang bisa
aku gunakan sebagai tongkat untuk mendaki. Saling menyapa saat berpapasan
dengan pengunjung lain dan walaupun sendirian, aku cukup punya banyak kenalan
di dalam perjalanan. Kita memiliki tujuan yang sama yaitu puncak. Memang sih,
sepintas menjadi single traveler itu seperti “Lonely”. Tapi tahukah kamu,
disaat aku menjadi Single Traveler seperti ini aku merasa menjadi diri sendiri
di duniaku sendiri dan ya, “Inilah Aku”. Aku merasa bebas.
- |
- |
- |
Ada kepuasan
tersendiri yang mungkin tidak bisa
diucapkan dengan kata-kata. Sepertihalnya kamu memiliki satu cita-cita yang
terwujud, itulah yang aku rasakan saat sampai di puncak Kawah Ijen ini. Mungkin
memang sedikit terlihat aneh, sendirian mendaki. Tapi jangan heran, ternyata
bukan aku sendiri disini yang menjadi Single Traveler. Di sekeliling banyak aku
temui orang yang mendaki sendirian. Dan kebanyakan “Bule”. Apa mereka sering
travelling sendirian ya? Gimana ya rasanya? J
****
- |
- |
- |
Kawah Ijen memang
patut dibanggakan. Dengan pemandangannya yang sangat indah tidak heran
menjadikan tempat ini sebagai tujuan para traveler lokal dan internasional. Apalagi
Kawah Ijen memiliki “Blue Fire” yang hanya ada 2 di dunia. Pemandangannya
begitu cantik yang seringkali disembunyikan oleh asap belerang sehingga untuk
mengabadikan dalam foto, kamu harus sabar menunggu asapnya hilang walaupun
hanya sebentar mengikuti angin.
Aku berjalan
mengambil setiap sudut pemandangan di kawah ijen ini dengan tongkat kayu di
tangan kiri dan kamera di tangan kanan. Tanpa aku duga sebelumnya aku bertemu
dengan teman lama aku disaat aku SMP. Ternyata mereka juga disana, akhirnya
kita cukup lama berbincang-bincang dan juga mengabaikan foto bersama.
- |
- |
- |
- |
****
Kawah Ijen merupakan
salah satu kawah paling asam terbesar di dunia dengan dinding kaldera setinggi
300-500 meter dan luas kawahnya mencapai 5.466 hektar. Kawah di tengah kaldera
tersebut merupakan yang terluas di Pulau Jawa dengan ukuran 20 km. Ukuran kawahnya
sendiri sekitar 960 meter x 600 meter. Kawah tersebut terletak di kedalaman
lebih dari 300 meter di bawah dinding kaldera.
Untuk ke Kawah Ijen,
kamu bisa melewati dua rute yaitu dari Banyuwangi atau Bondowoso. Rute dari
Banyuwangi menuju licin berjarak 15km dengan menggunakan roda dua atau roda
empat selama kurang-lebih 30menit dan jalannya sudah lebih baik daripada
beberapa tahun yang lalu. Dari licin menuju Paltuding berjarak sekitar 18km dan
memakan waktu kurang-lebih sekitar satu jam karena kamu harus melewati jalan
yang dinamakan tanjakan erek-erek yaitu
berupa belokan berbentuk “S” dan sekaligus menanjak. Dari Paltuding kamu
tinggaal berjalan kaki melewati jalan setapak sejauh 3 kilometer menujuh
kawahnya.
Rute dari Situbondo
menuju Sempol (Bondowoso) melalui wonosari kemudian dilanjutkan ke Paltuding
dengan jarak 93km atau sekitar 2.5 jam. Namun aku belum bisa menjelaskan lebih
lanjut untuk rute yang satu ini, karena aku belum pernah melewatinya J
Happy Traveling ,
jangan lupa jaga keselamatan dan cintai alam kita bersama dengan cara ikut
melestarikannya juga pastinya. Jangan mengambil apapun kecuali photo, jangan
meninggalkan apapun kecuali jejak, dan jangan membunuh apapun kecuali waktu.
keren Pak, kapan aku dapet acc kesini, sering-sering aja expose wisata banyuwangi ya..masih butuh banyak referensi
BalasHapusDekat kok tinggal booking pesawat kan ya... haha
HapusBut, Yakin ni? kuat mendaki? hehe
Hapus